Rabu, 13 Agustus 2014

Sistem Noken Upaya Mengelabui Jejak DPT Fiktif



L A K I U S   P E Y O N

Pemilu system noken hanya berlaku di daerah Pegunungan Tengah Papua. Keabsahan system ini banyak dipersoalkan. Mulai dari cerita di jalanan, di media massa hingga di pengadilan. Saat ini hangat dibicarakan di Mahkama Konstitusi.Padahal, masalah sesungguhnya bukan terletak pada system noken tetapi masalah sesungguhnya adalah Daftar Pemilih Tetap Fiktif (DPTF).
Mengapa masalahnya ada di DPTF, bukan system noken ? Noken  cuma sarana, sama artinya dengan kotak suara. Sama dengan karton. Ia Cuma benda mati. Benda yang di atur oleh manusia. Tempat isi surat suara.
Saya melihat penyelenggara termasuk menyembunyikan masalah sesungguhnya yaitu masalah DPT Fiktif. Mereka menjadikan masalah sistim noken sebagai tameng untuk menyembunyikan kejahatan demokrasi yang dilakukan secara massif, sistemik dan meluas ini.
Cara pemilihan di Pegunungan Tengah Papua bukan hanya system   noken tapi ada tiga  system pemilu yang dipraktekan di sini yaitu system noken, sistem ikat dan system buka-tutup. Sistem noken adalah di mana setiap saksi calon atau saksi partai berdiri di TPS masing-masing dengan nokennya. Kemudian pemilih setelah ambil surat  suara lalu  memasukannya di noken yang hendak ia pilih.
Sistem ikat adalah saat hendak melakukan pemilihan seorang kepala suku atau atas kesepakatan tokoh setempat di TPS itu memutuskan suara  diberikan sepenuhnya kepada calon yang mereka kehendaki.
Sedangkan untuk system buka tutup adalah sebelum hari pemilu, sudah ada kesepakatan warga untuk suara seutuhnya diberikan kepada satu calon atau partai. Jadi pada hari pelaksanaan pemilu, warga melakukan acara pembukaan lalu tutup kembali tanpa pemilihan karena sudah diputuskan sebelumnya.
Semua system ini bertujuan untuk menggelabui jejak DPTF tadi. Misalnya, pemilih sesungguhnya sesuai dengan jumlah orang secara pasti  di salah satu TPS  100 orang tapi jumlah DPT di atas kertas  mencapai 500 pemilih. Dengan demikian, masih ada suara lebih atau DPTF sekitar 400 pemilih setelah 100 orang itu memilih..
Jumlah suara ini sangat besar. Makanya dengan menggunakan tiga system tadi, tentu saja  tidak ada jejak 400 suara tadi sebagai suara fiktif. Itu sebabnya, di Pegunungan Tengah Papua setiap berita acara dinyatakan seratus persen suara sah terpakai, tidak ada yang rusak, tidak ada pemilih  yang tidak   memilih.
Keputusan atas suara fiktif  atau tidak bertuan ini bisa dipengaruhi oleh ancaman kepala daerah, uang, intervensi penyelenggara, dipengaruhi oleh balas jasa atas pembangunan yang dilakukan juga murni untuk mengantar orang asli di sini  untuk duduk di legilatif .
Kasus DPTF di Pegunungan Tengah Papua ini sudah kacau balau. Mau mulai dari mana dan berakhir di mana. Siapa yang memulai dan siapa yang mengakhiri. Mau mengakui, malu. Mau biarkan, akan jadi bom waktu. Mau kembalikan ke data penduduk asli, bahaya bisa memicu konflik.
Mengengembalikan data penduduk sesuai dengan jumlah manusia yang ada maka konsekwensinya konflik. Ketika pendataan penduduk ulang dan ternyata jumlah penduduk pastinya tidak sama dengan jumlah penduduk di atas kertas, maka yang pertama rencana pemekaran kabupaten baru tidak bisa terjadi. Dana APBN  bisa mengalami penurunan. Banyak Distrik dan kampung digabungkan karena tidak memenuhi syarat jumlah penduduknya.
Banyak pihak sangat mengetahui bahwa DPT di Pegunungan Tengah ini sebagian besarnya adalah data fiktif tapi pemerintah dan penyelenggara tidak mau membuka dan mengakui. Semua diam. Semua bisu. Seakan tidak ada lagi orang jujur di sini. Semua mengiayakan. Semua mengaminkan. Semua menyetujui.
Bupati diam. DPRD tidak mau bicara. Eksekutif pura-pura tidak tahu. KPUD dan Panwas senang mengamankan data fiktif. Kepala kampung, kepala distrik, PPD dan KPPS rajin “manusiakan hewan dan tumbuhan”. Kita sepertinya bangga dengan kejahatan demokrasi ini.
Kenaikan jumlah DPTF berawal dari kenaikan jumlah penduduk fiktif. Kenaikan Jumlah penduduk fiktif dipicu oleh  beberapa kepentingan, Di antaranya, kepentingan politik, kepentingan pemekaran wilayah juga katanya untuk meningkatkan APBD dan berbagai kepentingan lain. 
Pertumbuhan penduduk dan DPT di Pegunungan Tengah adalah sangat besar. Bayangkan tahun 1999 penduduk Jayawijaya sebelum pemekaran baru 200 an ribu pemilih. Sepuluh tahun setelah mekarkan 7 kabupaten baru, bukan mengalami penurunan karena penduduknya terbagi ke tujuh kabupaten baru tetapi justru mengalami pertumbuhan penduduk mencapai 1.113.061 pemilih pileg 2014 (http://data.kpu.go.id/dptA6.php). Jumlah ini belum termasuk dengan Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Dogiay dan Deiyai yang merupakan kawasan Pegunungan Tengah Papua.
Saya sesungguhnya mau menyembuyikan cerita ini. Tapi saya tidak mau mewariskan pembohongan besar yang melibatkan sebagian besar pemimpin  Papua ini kepada generasi berikut. Juga saya tidak mau hal ini menjadi bom waktu yang akan menghancurkan masyarakat yang selama ini saya wakili mereka. Saya sungguh malu ketika ikut mengaminkan, ikut menyetujui, ikut mengamankan pembohongan dan kejahatan demokrasi ini.
Peningkatan  jumlah penduduk fiktif adalah sumber kejahatan sesungguhnya. Untuk merebut DPT Fiktif banyak nyawa sudah melayang, banyak harta sudah habis. Mari kita akhiri.***







Minggu, 13 Juli 2014

Hati Yang Bersyukur


Pernahkah anda merasakan hati yang bersyukur ? Hati yang bersyukur adalah rasa bangga terhadap apa yang kita miliki atau kita dapatkan. Kebanggaan itu adalah ucapan terimakasih yang tulus dari hati. Ia lahir dari lupuk hati yang dalam. 


Memiliki hati yang bersyukur itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang tahu mengucap syukur pada Tuhan. Orag-orang yang percaya bahwa segala sesuatu itu berasal dari Tuhan dan akan diambil kembali oleh Tuhan. 
Seseorang yang hidupnya hanya membanding-bandingkan dengan orang lain dan selalu mengeluh atas apapun yang ia miliki, dimanapun ia tempati atau sering membayangkan dirinya menjadi seperti orang lain. barangkali ia menghayal dirinya seperti pemain bola, artis terkaya atau orang terkaya dunia adalah contoh manusia yang tidak memiliki hati yang bersyukur.
Pernahkah anda bayangkan manusia lain yang hidupnya lebih miskin dari anda ? Atau pernah anda melihat manusia lain yang tidak memiliki sebagian anggota tubuhnya ? Bayak manusia lain yang hidupnya kurang dari anda. Ada yang tidak punya penghasilan yang pasti. Mereka sebagian meninggal karena kekurangan gizi dan kelaparan. Adapula tidak memiliki orang tua seperti ada. Sebagian hidup dari mengemis dan mengamen. Sebagian tidak bisa sekolah karena kekuarangan biaya.
Kita menerima banyak segala anugerah dari Tuhan. Pemberian cuma-cuma. Tuhan berikan tanah yang subur. Mata air yang jernih dan bersih. Hutan yang luas. Lautan yang penuh dengan ikan. Gunung-gunung penuh dengan emas. Tuhan menyediakan makanan siap saji di hutan. Madu dan susu mengalir bagaikan air. Kita juga diberikan tubuh yang lengkap. Lengkap dengan kaki dan tangan. Bisa sekolah. Mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak.
Sekecil apapun, anugerah yang anda terima hari ini adalah pemberian cuma-cuma dari Tuhan. Terimalah dengan hati yang penuh syukur. Mengucap syukur juga untuk kegagalan.  Gagal itu tandanya belum saatnya atau bukan kebutuhan mendesak anda saat ini. Masih ada rencana terindah di balik kegagalan itu.
Mulai saat ini mengaucap syukurlah atas apa yang anda miliki. Masih ada orang di dunia ini tidak memiliki apapun seperti anda, tetapi anda orang beruntung karena anda memdapatkannya. Buanglah hati yang sombong. Hati yang rakus. Salam keadilan (Lakius peyon)

Sabtu, 12 Juli 2014

SENYUM WUJUD RASA KEADILAN



Orang di sekeliling kita memberikan senyuman yang tulus adalah impian semua orang. Tetapi senyum yang tulus tidak datang tiba-tiba. Merupakan buah dari sikap dan tindakan kita terhadap sesama. Ketika kita berbuat adil, tentu saja manusia lain di sekitar kita akan mengapresiasinya dengan berbagai cara. Salah satunya adalah melalui senyuman yang tulus.





Senyum yang tulus adalah alat ukur rasa keadilan. Semakin banyak orang bersenyum tulus, percayalah semakin banyak keadilan yang kita wujudkan. Keberhasilan itu bukan untuk kepuasan diri sendiri tapi untuk membuat senyum orang di sekitar kita. (Peyon Lakius)